Google

Monday, November 19, 2007

Jihad Masih Dibutuhkan

MAGELANG--MEDIA: Ketua PB Nahdlatul Ulama, Said Agil Sirodj menyatakan, pada zaman sekarang masih dibutuhkan jihad tetapi tidak dalam pengertian suatu keharusan berperang secara fisik.

"Kalau sekarang jihadnya membangun intelektual, membangun peradaban, membangun kehidupan yang punya nilai, membangun masyarakat sipil yang aktif, dan membangun keluarga yang mapan sejahtera, itu juga jihad," katanya di Magelang, Sabtu, sebelum berbicara pada Peringatan Resolusi Jihad NU, Sumpah Pemuda, dan Hari Pahlawan tahun 2007 jajaran GP Ansor, Muslimat NU, Fatayat NU, IPNU-IPPNU Kabupaten Magelang di Lapangan "Drh. Soepadi" Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Ia mengatakan, jihad bisa dilakukan oleh berbagai organisasi massa (ormas) dengan cara membangun penguatan infrastruktur sosial untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Tanpa ormas, katanya, infrastuktur sosial bangsa berantakan. Ormaslah yang bisa secara efektif membangun infrastuktur sosial bangsa. "Bukan parpol karena parpol kepentingannya coblosan, kalau ormas betul-betul ada ikatan budaya, ikatan moral, ikatan agama, dan ikatan nilai-nilai yang diperjuangkan ormas itu sendiri," katanya.

Ia menilai, hingga saat ini ormas belum secara optimal dan efektif melakukan penguatan infrastruktur sosial bangsa karena mereka tidak memiliki dana yang cukup.

"NU punya ranting tetapi tidak punya dana, kalau ormas seperti NU dan Muhammadiyah dianggarkan dana yang cukup untuk membina, membangun, dan meningkatkan kualitas masyarakat, saya kira aliran keras tidak akan muncul seperti sekarang atau pengikutnya tidak seramai sekarang," katanya.

Ia menjelaskan, berdasarkan kitab kuning NU, jihad diartikan membangun masyarakat beriman, berakhlak, sehat jasmani dan rohani, dan berpendidikan.

Salah satu bagian membangun masyarakat yang kokoh, katanya, harus ada kekuatan fisik atau kekuatan senjata. Kekuatan fisik atau senjata itu tidak gampang digunakan dan hanya digunakan untuk mempertahankan kebenaran serta membela diri.

"Tapi kalau sekarang teman-teman kita mengatasnamakan jihad, menggunakan kekerasan semaunya sendiri dan main hakim sendiri, jelas bertentangn dengan Islam," katanya.

Upaya membangun peradaban yang dilakukan Islam dengan umat yang modern dan moderat tidak mungkin dengan cara kekerasan melainkan kebijakan, kearifan, ceramah secara santun, diskusi, dan adu argumentasi secara objektif sebagaimana diterapkan Wali Songo.

Ia mengatakan, pada 22 Oktober 1945 KH. Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad untuk kepentingan membela Tanah Air yang memberikan dorongan spiritual bagi umat Surabaya untuk melawan tentara NICA pada 10 November 1945, yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Pemikiran jihad ketika itu masih sebatas membela diri, membela kebenaran, dan membela agama. Tetapi Kiai Asyari memiliki pemikiran maju dengan mengeluarkan fatwa bahwa membela Tanah Air sama dengan membela agama dan membela Alquran hingga mati sahid.

"Dengan resolusi itu masyarakat Surabaya dan sekitarnya mendapat spirit, kekuatan, dan dukungan dari fatwa itu sehingga melawan NICA mati-matian 10 November. Tentara dipimpin Letnan Sutomo dan yang bukan tentara yakni laskar jihad namanya Hisbullah, Fisabilillah dipimpin para kiai. Walaupun korbannya banyak, lebih dari 20 ribu tapi mereka (NICA,red) kalah," katanya. (ant/OL-1)

No comments:


Free shoutbox @ ShoutMix
 
Google